Jauh sebelum ada nama Angkatan Muda Gereja Protestan Maluku (AMGPM), dikenalah “pemuda-pemudi” yang kemudian disebut Persekutan Pemuda Kristen Maluku
(PPKM). Kemudian pada tahun 1949, diadakanlah Kongres Pemuda di Saparua, Maluku Tengah,
yang berakhir dengan keputusan penggantian nama PPKM menjadi Angkatan Muda GPM (belum ada singkatan AMGPM). Dalam kongres tersebut terjadi perselisihan karena ada pihak yang pro dan kontra terhadap penggantian nama tersebut.
Kemudian pada 5 November 1964, terbentuklah Angkatan Muda yang memiliki lingkup pelayanan dari wilayah Kudamati – Wainitu (Belakang Kamar Mayat, Rumah Tingkat, Sinar, Bengkel Tahalele, Jembatan Wainitu, Batu Gantung, Ganemo) dengan Cepu Hallatu (alm) sebagai ketuanya yang pertama.
Tidak dapat dipungkiri, setiap dinamika pasti disertai tantangan. Hal ini pun berlaku dalam perjalanan AMGPM Kumatu. Ketika aroma Natal belum mau pergi, tepatnya pada 2 Januari 1965 saat baronda tahun baru, terjadilah insiden pemukulan yang dilakukan oleh Yoseph (Ketua PPKM Kudamati), Chay Frans, dkk (pihak yang tidak menginginkan PPKM berubah menjadi Angkatan Muda) terhadap Cepu Hallatu, Hans Noya, John Maruanaya dkk…… Tragedi menusuk, darah tertumpah, air mata tergenang, duka merebak…
Tak terasa waktu terus bergulir hingga masa kepemimpinan Cepu Hallatu pun digantikan Agus Kanikir sebagai pjs. Kemudian pada tahun 1972, organisasi yang sama dinahkodai sosok seorang perempuan berkarakter tegas dan berwibawa. Dialah Martha Sahetapy (MS).
Dalam masa kepemimpinannya, MS mengaktifkan Paduan Suara Angkatan Muda yang berlatih rutin di rumah Keluarga Rehatta yang juga merupakan Sekretariat Angkatan Muda Kumatu saat itu. Paduan Suara tersebut juga aktif memuji Tuhan di berbagai gereja dalam Ibadah Minggu.
Masa berganti, tahun-tahun menjelang hingga 1972. Martha Pattiwael (MP) dipercaya memimpin Angkatan Muda Kumatu. Tapi setahun sebelumnya, MP menjadi pengurus di bawah kepemimpinan MS. Kevakuman sempat menjadi bagian dirinya
selama beberapa bulan, akibat ketersinggungannya dengan MS dalam rapat pengurus. Apakah sebabnya? Ternyata disebabkan kesalahpahaman asmara muda-mudi. Cinta…oh, cinta..
Maaf terasa berat nan kelu ‘tuk diucapkan seorang MP, meski pinta itu telah diucapkan secara langsung oleh MS dkk dengan balutan penyesalan. Luka itu baginya tertoreh terlalu dalam dan belum mau mengering secepat itu.
Tiba-tiba penyakit tak bernama menghampirinya. Lautan diseberangi, kota lain dijelajahi guna mendiagnosa “sesuatu” yang mengganggu itu. Hingga sebuah mimpi datang…dan tanya masih tetaplah tanya. Dokter pun mengangkat tangannya secara manusiawi atas nama medis, karena yang disebut penyakit itu memang tak ada..tak ditemukan. MP merenung….dan ternyata itu cara Tuhan Yesus berbicara kepadanya, menegurnya
MP sadar.. telah
lama dirinya meninggalkan pelayanan dalam Angkatan Muda. Belum terlambat baginya untuk kembali. Belum terlambat baginya untuk kembali ke jalan yang sama. Karena Tangan Itu masih tetap di sana, terbuka penuh kasih, siap menyambut komitmennya..menunggunya bergandengan tangan dengan
yang lainnya, bekerja untuk Dia, Sang Pemberi Hidup itu..melayani lebih giat lagi…
Nama
Hans Noya sempat tercatat dalam sejarah sebagai pjs ketua. Dan…sembilan tahun bukan waktu yang singkat bagi seorang MP untuk membuktikan kesetiaannya kepada Kristus dan sesama. Bukan hanya waktu sebagai penentu kuantitas, tapi kualitas sebagai prioritas. Jatuh bangun dalam organisasi sungguh terasa manakala hanya
lima jiwa yang hadir dalam Ibadah Syukur Natal AMGPM Kumatu ketika yang lainnya lebih memilih bersenang-senang dalam hingat-bingar pesta. Sedih? Kecewa? Pasti!!! Hanya tengadah dalam tanya “mengapa” dan “bagaimana” kepada
Sang Khalik yang mampu dilakukannya saat itu. Apa mau dikata, para tetangga sekitar pun diajak untuk bersama dalam pengucapan syukur dimaksud…..
Dan sedih lainnya menyusul saat terdengar kabar kecelakaan mobil
yang dialami “para pengkhianat” itu saat dalam perjalanan pergi menuju lokasi pesta.
Dan puji syukur karena kasih Kristus jua, sehingga jiwa-jiwa
yang terhilang itu semakin banyak kembali berdatangan ke dalam persekutuan.
Tahun
1981 menjadi penanda berakhirnya masa kerja MP dan titik awal kepemimpinan Paulus Kastanya, dan terus silih di bawah tampuk kepemimpinan Merven Maitimu
(1998 -2002); Imelda Ayal (2002 -2004); Frederick Willem Ayal
(2004 -2006); Hany Putuhena (2006 - 2010); Meyske Gaspersz
(2010 - 2012); dan warna-warni yang berbeda terus mewarnai derap langkah AMGPMKumatu hingga masa Max
Soukotta pada saat ini (by. Grace Manupassa)